Singing Hatsune Miku
Posted by : Wahyu Dwi Prasetyo Juni 01, 2014

           

            “Nah, udah selesai kan ? Kalo gitu, gue pulang dulu ya ?”, pamitku pada teman-teman kelompokku.
            “Eh, tapi ntar malem jadi ngumpul di rumah Hana ‘kan ?”. Tanya Sandra.
            “Jam 7 ‘kan ? Ehm … kalo gue sich tergantung supirya aja !”, kataku sambil melirik Ivan. “Enak aja ! Emang gue supir pribadi loe ?”, Ivan sewot, aku terbahak melihatnya.
            “Terserah loe aja deh… gue pulang dulu, ya ? Daa…. “, pamitku lagi sambil beranjak ke luar.
            “Eh, Diana Hati-Hati, ya ? Ntar kalau ada becak minggir lho !! Tapi kalo ada truck nengah aja !” Teriak Ivan di iringi tawa berderai. Aku hanya nyengir. Kami memang telah terbiasa bercanda seperti itu.
            Aku berjalan melewati halaman sekolah. Huh… siang hari ini matahari bersinar sangat terik, hingga tanganku harus berulang kali mengusap peluh yang bercucuran di wajahku. Ingin rasanya cepat samapai di rumah. Ya, meskipun yang disebut rumah itu bukanlah ‘arti sebenarnya’ alias ‘kos-kosan’, tapi setidaknya, itu sudah cukup nyaman untuk menenangkan diri setelah seharian bergelut dengan seabrek kegiatan yang bikin pusing.
            Baru saja kulangkahkan kakiku keluar gedung, tiba – tiba ...., rasanya aku hampir tak percaya dengan pengelihatan ku. Bintang ? Benarkah itu dia ? Tapi siapakah cewek di sampingnya ? Bukankah itu ... ?
            Belum sempat jutaan pertanyaan yang bertubi – tubi itu terjawab, mereka melintas di hadapanku. Tampak dari ekspresi wajah Bintang bahwa dia juga terkejut melihatku. Aku berusaha menguasai keadaan. Kupaksakan diri untuk tersenyum, seolah tak terjadi apa – apa. Meskipun sebenarnya hatiku sangat sakit. Terlebih saat cewek itu tersenyum dengan polosnya. Hatiku benar – benar hancur. Ya, mungkin memang dia tidak tahu apa – apa. Ia tak tahu bahwa aku terluka karena masih menunggu bintang. Dan, terlebih lagi dia tak tahu tentang cerita yang hampir terjalin aku dan Bintang. Cerita yang belum sampai terajud, namun terancam gagal karena kehadirannya.
********************
            “Bintang, Mandi sana !! Jangan main gitar aja !”, teriak mamaku. Namun aku masih tak beranjak dari kamarku. Aku masih asyk bergelut dengan pikiranku. Tiba – tiba, kejadian itu melintas di benak ku.
            Tak kusangka, siang itu aku bertemu dengan Diana saat hendak mengantarkan Jaya pulang. Huh... sebenarnya aku enggak mau hal itu terjadi. Bagaimana pun juga, aku masih sayang pada Diana. Dan aku nggak suka dia salah paham menilai hubunganku dengan Jaya. Dia pasti salah mengira aku pacaran dengan Jaya. Mungkin dia marah padaku ?
            Tapi, apa benar dia marah ? Atau itu hanya perasaan ku saja ? bukankah dia seperti nggak perduli padaku ? Bahkan, dia hanya tersenyum dengan cueknya saat melihatku pulang dengan Jaya.
            Bukankah itu berarti, dia tak cemburu ? Atau dengan kata, dia udah nggak suka lagi padaku, dan membiarkan dengan cewek manapun. Hhh... terlebih lagi hari ini. Sebenarnya, ingin sekali menjelaskan semua ini pada Diana. Aku juga ingin menjelaskan tentang perasaanku bahwa aku... masih sayang padanya.
            Tapi... ah sepertinya dia tak butuh penjelasan seperti itu. Buktinya dia hanya cuek seperti biasa saat bertemu dengan ku. Dan, aku benci melihat kedekatannya dengan Dean. Mereka memang selalu bilang mereka hanya berteman, tapi entah kenapa hatiku masih saja tak rela menyaksikan keakraban mereka.
            Benarkah aku cemburu ? Tapi Aku bisa apa ? Mungkin semuanya memang harus berakhir seperti ini. Padahal, semuanya belum ku ungkapakan. Ya, mungkin ini hanya harus terpendam dalam hati, dalam – dalam...
********************
            Bintang semakin menjauh dariku. Mungkin aku memang tak boleh berharap terlalu banyak padanya. Kemarin, kukira dia menemuiku untuk menjelaskan semuanya. Aku benar –benar berharap dia mengatakan bahwa dia dan Jaya hanya kebetulan bersama, atau apalah. Tapi, tak ada satu pun kata – kata yang menyingung soal itu.
            Sekali lagi setelah berulang – berulang kali, aku kembali dikecewakannya. Hhh... justru Dean, orang yang sudah ku anggap teman sekaligus kakakku, yang selalul menghiburku. Dia snagat baik. Andai saja Bintang mampu seperti dia....
            Sepertinya, Bintang tetaplah Bintang yang jauh untuk kurengkuh. Aku harus segera memupus harapanku pada Bintang.
********************
            Entah kenapa, aku merasa bahwa aku adalah orang yang tak sanggup mengutarakan perasaan ku sendiri, padahal sebenarnya aku telah lama tersiksa dengan perasaan ini, yang hanya aku pendam dalam hati.
            “Bin, ... Bintang !! Ada telpon tuh ..”, mama membuyarkan lamunanku. Aku bergegas turun dari kamarku dilantai atas.
            “Siapa sih yang telpon siang – siang begini ?”,  gerutuku sambil menyambar gangang telepon.
            “Hallo, ini siapa ?” Tanyaku.
            “ Apa ?!!!”
********************
            Tanah pemakaman itu masih basah terguyur air hujan. Beberapa pelayat telah lama meninggalkan tempat itu. Hanya tinggal Bintang yang masih bersimpuh di samping nisan bertuliskan nama orang yang disayanginya dengan penuh penyesalan. Dean berdiri disampingnya. “Kenapa semuanya ini musti berakhir seperti ini Di ?” gumam Bintang.
            “Udahlah Bin, dia udah tenang disisi Tuhan” Ujar Dean.
            Bintang hanya tediam, dan Dean melanjutkan.
            “Gue juga enggak nyangka, Bin. Secepat ini Diana pergi. Waktu itu, dia nangis – nangis saat curhat ke gue. Saat gue coba menghibur dia, dia ngeliat Jaya hampir ketabrak mobil. Diana berusaha menolongnya. Naas, mobil itu menabraknya....” Dean tertunduk saat menceritakan itu.
            “Apa ?!! Dia nolong Jaya ?”, bintang terkejut.
            Dean berjalan medekati Bintang. Kemudian katanya, “Ya, dia tulus menolong Jaya. Ini dari Diana buat kamu...”, Dean menyodorkan sebuah diary kecil kepada Bintang.
            “ Apa ini ?”
            “ Ini punya Diana. Semuanya yang belum sempat dia ungkapkan di tulis disini. Baca ya ....?", Dean berbalik meninggalkan Bintang yang masih terpaku disamping makam Diana. ********************
            Bintang membuka lembar demi lembar diary itu. Matanya seakan tak berkedip membaca halaman terakhir.
            “Bin, kamu tahu enggak sich ? Selama ini aku masih sayang sama kamu. Tapi aku lelah karena tak pernah ada kepastian dari kamu. Bin... apa kamu hanya akan tetap diam sampai aku pergi jauh dan meninggalkanmu ?”
            Pelan bintang menutup diary. Samar – samar terdengar di bisiknya, “ Diana, kalau waktu bisa berputar, aku ingin bilang, aku sayang kamu...”    

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Everlasting - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -